Triple burden Bidang Kesehatan

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul SOLUSI TRIPLE BURDEN DAN REFORMASI PELAYANAN KESEHATAN ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas untuk test tahapan seleksi kompetensi bidang pada seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama dilingungan kota banjarbaru tahun 2019. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Walikota yang telah mengundang saya untuk mengikuti selesksi ini dan juga kepada Panitia seleksi memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang yang saya lamar.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

       Banjarbaru 17  September 2019

      dr. Abd. Halim, SpPD. SH. MM, FINASIM c.Adv






Daftar isi

i. Kata pengantar 1
ii. Daftar isi 2
I. Bab I Pendahuluan 3
1. Latar belakang
2. Tujuan
3. Ruang lingkup materi
II. Bab II Dasar teori 5
III. Bab III Pembahasan 9
IV. Bab IV Kesimpulan dan Saran 15
V. Daftar pustaka 16

















Bab I Pendahuluan
I.1. Latar belakang
Penulisan makalah ini merupakan tugas dalam rangka seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Kota Banjarbaru tahun 2019 berdasarkan surat undangan  walikota Banjarbaru nomer 800/2329/BKPP tertanggal 26 agustus 2019 perihal Undangan seleksi terbuka JPT Pratama di lingkungan pemerintahan kota Banjarbaru dan Perwali kota Banjarbaru nomer 36 tahun 2018 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomer 20 tahun 2018 tentang pedoman tata cara pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama.
Dalam seleksi terbuka jabatan pimpinan tinggi pratama ini saya memilih mengikuti seleksi JPT pratama Kepala dinas kesehatan dengan alasan antara lain latar belakang pendidikan sebagai dokter umum dan spesialis penyakit dalam dan sarjana hukum dan advokat. Hal ini relevan dengan tugas kepala dinas kesehatan dan jajarannya dalam rangka tercapainya tujuan pembangunan bidang kesehatan dan perlindungan hukumnya.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (2005-2024) menetapkan bahwa pembangunan kesehatan menuju dari upaya kesehatan yang bersifat Kuratif bergerak ke arah upaya kesehatan Preventif dan Promotif, sesuai kebutuhan dan tantangan kesehatan. Hal ini dikarenakan tantangan pembangunan kesehatan Indonesia saat ini adalah masalah kesehatan triple burden, yaitu masih tingginya penyakit infeksi, meningkatnya penyakit tidak menular dan penyakit-penyakit yang seharusnya sudah teratasi muncul kembali.
Masalah kesehatan tidak akan dapat diselesaikan oleh sektor pemerintah saja, untuk mengatasinya diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah dan organisasi masyarakat, para ahli, dan masyarakat pada umumnya. Program GERMAS salah upaya lintas sektoral dan peran serta masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut dan reformasi dalam pelayanan kesehatan .
I.2. Tujuan
1. Tugas yang diberikan peserta seleksi terbuka JPT Pratama di lingkungan kota Banjarbaru tahun 2019.
2. Menyampaikan visi dan misi calon kepala dinas kesehatan kota Banjarbaru dalam penilaian peserta seleksi terbuka JPT Pratama di lingkungan kota Banjarbaru 2019.
3. Menyampaikan pemikiran calon kepala dinas kesehatan kota Banjarbaru dalam penilaian peserta seleksi terbuka JPT Pratama di lingkungan kota Banjarbaru 2019 berhubungan dengan pelaksanan pembangunan bidang kesehatan di kota Banjarbaru
I.3. Ruang lingkup materi
1. Visi dan Misi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2. Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru
3. Visi dan Misi serta pemikiran calon kepala dinas kesehatan kota Banjarbaru dalam penilaian peserta seleksi terbuka JPT Pratama di lingkungan kota Banjarbaru 2019 berhubungan dengan pelaksanan pembangunan bidang kesehatan di kota Banjarbaru
4. Permasalahan yang ada dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia.













Bab II Dasar teori
II.1 Visi dan Misi Kementerian Kesehatan RI
Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong. Visi tersebut diwujudkan dengan 7 (tujuh) misi pembangunan yaitu:
Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum.
Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.
Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, serta
Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan
Nilai nilai yang diterapkan dalam visi dan misi adalah pro rakyat, inklusif, responsif, efektif dan bersih.
Pro Rakyat : Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan harus menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama dan status sosial ekonomi.
Inklusif : Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput.
Responsif : Program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penangnganan yang berbeda pula.
Efektif:  Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien.
Bersih : Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
II.2. Visi dan Misi Dinas kesehatan Banjarbaru
Visi dan Misi Walikota Banjarbaru :
Visinya adalah terwujudnya Banjarbaru Sebagai Kota Pelayanan Yang Berkarakter yang terdiri atas dua aspek penting yaitu:
Sumber daya manusia yang berkarakter, yaitu terciptanya sumber daya manusia yang sehat, mempunyai etos kerja tinggi dan berakhlak mulia berdasarkan nilai-nilai religius.
Kota yang berkarakter, yaitu sebuah kota yang mempunyai ciri khas sebagai kota yang tertata/direncanakan (urban design) sehingga menjadi tempat hunian yang indah, aman dan nyaman yang berwawasan lingkungan.
Sedangkan misi adalah
Mewujudkan sumber daya manusia yang terdidik, sehat, berdaya saing dan berakhlak mulia.
Meningkatkan penyediaan infrastruktur perkotaan yang merata, cerdas dan berwawasan lingkungan.
Memperkuat kemandirian, peningkatan kerjasama investasi, penyediaan prasarana dan sarana perekonomian, peningkatan kelembagaan dan peluang kewirausahaan.
Melaksanakan reformasi birokrasi yang berorientasi kepada pelayanan publik dan tata kelola pemerintahan yang baik berbasis teknologi informasi.
Memperkuat cipta kondisi masyarakat yang aman, nyaman dan tertib.
Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru
Visinya adalah terwujudnya pelayanan kesehatan yang holistik dan berkarakter, dengan sejumlah misi sebagai berikut:
Melaksanakan pengendalian dan pemberantasan penyakit menular, penyakit tidak menular, peningkatan surveilans imunisasi
Peningkatan pelayanan kesehatan melalui pelayanan primer, rujukan kesehatan tradisional, jaminan kesehatan serta sumber daya kesehatan yang terstandarisasi dan berkompeten
Meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta gizi masyarakat, kesehatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat
II.3. Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit
Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara “agen” atau faktor penyebab penyakit, manusia sebagai “pejamu” atau host, dan faktor lingkungan yang mendukung. Ketiga faktor tersebut disebut sebagai Trias Penyebab Penyakit. Proses interaksi ini disebabkan adanya “agen” penyebab penyakit kontak dengan manusia sebagai pejamu yang rentan dan didukung oleh keadaan lingkungan.
Faktor host atau penjamu yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya serta perjalanan suatu penyakit. Faktor tersebut adalah faktor genetik, imunitas tubuh, umur, jenis kelamin,  ras, status perkawinan, pekerjaan dan perilaku hidup.
Faktor agen (Penyebab) adalah unsur organisme hidup, atau kuman infeksi, yang menyebabkan terjadinya suatu penyakit. beberapa penyakit agen merupakan penyebab tunggal (single) misalnya pada penyakit menular, sedangkan pada penyakit tidak menular biasanya terdiri dari beberapa agen contohnya pada penyakit kanker. Berikit ini yang termasuk kedalam faktor agen antara lain faktor nutrtisi : Bisa dalam bentuk kelebihan gizi, misalnya tinggi kolesterol, atau kekurangan gizi baik itu protein, lemak atau vitamin. Penyebab Kimiawi : Misalnya zat-zat beracun (karbon monoksida), asbes, kobalt, atau allergen. Penyebab fisik : Misalnya radiasi dan trauma mekanik (pukulan, tabrakan). Penyebab Biologis seperti bakteri, virus, metazoa, jamur dll
Faktor Lingkungan (Environtment) secara umum, lingkungan terbagi atas dua macam yaitu: lingkungan fisik adalah lingkungan alamiah yang terdapat di sekitar manusia. Misalnya cuaca, musim, keadaan geografis, dan struktur geologi. Dan Lingkungan non fisik  ialah lingkungan yang muncul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia, termasuk faktor social budaya, norma, nilai, dan adat istiadat.  Peranan lingkungan dalam menyebabkan timbul atau tidaknya penyakit dapat bermacam- macam. Salah satunya sebagai reservoir bibit penyakit, yaitu sebagai tempat hidup yang dipandang paling sesuai bagi bibit penyakit.
II.4 Permasalahan  dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia.
Saat ini, Indonesia tengah menghadapi tantangan besar yakni masalah kesehatan triple burden, karena masih adanya penyakit infeksi, meningkatnya penyakit tidak menular (PTM) dan penyakit-penyakit yang seharusnya sudah teratasi muncul kembali. Pada era 1990, penyakit menular seperti ISPA, Tuberkulosis dan Diare merupakan penyakit terbanyak dalam pelayanan kesehatan. Namun, perubahan gaya hidup masyarakat menjadi salah satu penyebab terjadinya pergeseran pola penyakit (transisi epidemiologi). Tahun 2015, PTM seperti Stroke, Penyakit Jantung Koroner (PJK), Kanker dan Diabetes justru menduduki peringkat tertinggi.
Sebuah pembelajaran berharga di era jaminan kesehatan nasional (JKN), anggaran banyak terserap untuk membiayai penyakit katastropik, yaitu: PJK, Gagal Ginjal Kronik, Kanker, dan Stroke. Selain itu, pelayanan kesehatan peserta JKN juga didominasi pada pembiayaan kesehatan di tingkat lanjutan dibandingkan di tingkat dasar. Fakta ini perlu ditindaklanjuti karena berpotensi menjadi beban yang luar biasa terhadap keuangan negara.
Meningkatnya PTM dapat menurunkan produktivitas sumber daya manusia, bahkan kualitas generasi bangsa. Hal ini berdampak pula pada besarnya beban pemerintah karena penanganan PTM membutuhkan biaya yang besar. Pada akhirnya, kesehatan akan sangat mempengaruhi pembangunan sosial dan ekonomi. Penduduk usia produktif dengan jumlah besar yang seharusnya memberikan kontribusi pada pembangunan, justru akan terancam apabila kesehatannya terganggu oleh PTM dan perilaku yang tidak sehat, tutur Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, dalam sambutannya dalam rangka Hari Kesehatan nasional (HKN) ke-52 tahun 2016 di Jakarta. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan RI secara khusus mengingatkan masyarakat untuk menjaga kesehatan melalui gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS) guna mewujudkan Indonesia sehat.
DR. Selamet Riyadi, SKM, MKKK (Dit. Kesehatan Kerja dan Olahraga) Kementerian Kesehatan dalam paparannya menjelaskan sejak Tahun 2010 penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyebab utama kematian di Indonesia, seperti stroke, jantung dan pembuluh darah, diabetes melitus dan komplikasinya, tuberkulosis pernapasan, dan beberapa penyakit tidak menular lainnya. Faktor yang mempengaruhi PTM adalah kurangnya aktivitas fisik, minum minuman alkohol, kebiasaan merokok, dan kurangnya konsumsi buah dan sayur.
Bab. 3 Pembahasan
III.1. Solusi Triple burden
Data dari WHO Global Report on NCD, 2010 menyebutkan bahwa persentase kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) menempati proporsi yang besar (63%) dibanding dengan penyakit menular. Sedangkan di kawasan Asia Tenggara, berdasarkan data WHO Global Observatory 2011, menunjukkan bahwa proporsi kematian kasus karena penyakit tidak menular adalah lebih besar dibanding penyakit menular. Indonesia menghadapi transisi epidemiologi dalam masalah kesehatan, dimana penyakit menular belum dapat teratasi, sementara penyakit tidak menular, termasuk penyakit Asma cenderung meningkat.
Dari data SKRT 1995-2001, Riskesdas 2007, di Indonesia, kecenderungan kematian kasus karena penyakit menular menunjukkan penurunan, tetapi kasus kematian karena penyakit tidak menular terus meningkat. Data penyebab kematian menunjukkan bahwa penyakit tidak menular mendominasi 10 urutan teratas penyebab kematian pada semua kelompok umur. Penyakit saluran pernapasan yang menyebabkan kematian terbesar adalah Tuberculosis (7,5%) dan Lower Tract Respiratory Disease (5,1%). Data Riskesdas 2007 dan 2010 menyebutkan bahwa angka kesakitan penyakit respirasi terbesar adalah penyakit Asma (3,5%).
Risiko penyakit tidak menular sebenarnya dimulai sejak awal dari dalam kandungan sampai usia dewasa. Oleh sebab itu strategi pengendalian penyakit tidak menular termasuk Asma seharusnya dilakukan sejak janin dalam kandungan. Salah satu faktor risiko yang harus mendapat perhatian besar adalah bahaya rokok terhadap kesehatan. Menurut Global Youth Tobacco Survey, terjadi peningkatan perokok remaja cukup signifikan yaitu 2 kali lipat selama kurun waktu 3 tahun terakhir yaitu tahun 2006 sampai 2009. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2001 dan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010, terjadi peningkatan perokok pada kelompok usia 10-14, dari 9,5% (SUSENAS 2001) menjadi 17,5% (RISKESDAS 2010). Peningkatan hampir dua kali lipat. Data Global Adult Tobacco Survey Tahun 2011 menunjukkan prevalensi perokok usia 15 tahun keatas sangat tinggi. Perokok laki-laki adalah 67,4% dan wanita 2,7%. Sementara dari beberapa survei diketahui, 78,4% orang dewasa terpapar asap rokok dalam rumah.
Program prioritas Kementerian Kesehatan dalam pengendalian PTM mencakup: akselerasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR), pengendalian faktor risiko PTM secara terintegrasi berbasis kelompok masyarakat aktif (Posbindu PTM), deteksi dan tindak lanjut dini penyakit tidak menular termasuk Asma, dan tatalaksana kasus di fasilitas pelayanan kesehatan dasar yaitu Puskesmas. Posbindu PTM merupakan kegiatan deteksi dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM.
Kebijakan Nasional Pengendalian Asma telah dikembangkan sejak tahun 2006, untuk pengendalian kasus melalui pengembangan jejaring kemitraan di antara sesama pemangku kepentingan terkait. Sejak tahun 2008 dikembangkan suatu prosedur pendekatan praktis yang terintegrasi dalam penyakit paru (Practical Approach to Lung Health/ PAL) bagi penderita dengan gejala gangguan saluran pernapasan yang berusia di atas 5 tahun (Asma, pneumonia, TB dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis/PPOK). Saat ini, Puskesmas di DKI Jakarta, telah menerapkan pendekatan ini dalam melayani penyakit Asma.
Masalah kesehatan tidak akan dapat diselesaikan oleh sektor pemerintah saja, untuk mengatasinya diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah dan organisasi masyarakat, para ahli, dan masyarakat pada umumnya.
Kementerian Kesehatan mengajak masyarakat untuk CERDIK dalam mengendalikan Penyakit Tidak Menular (PTM). Mari menuju masa muda sehat, hari tua nikmat tanpa penyakit tidak menular dengan perilaku CERDIK. CERDIK adalah slogan kesehatan yang setiap hurufnya mempunyai makna yaitu; C=Cek kesehatan secara berkala, E=Enyahkan asap rokok, R=Rajin aktifitas fisik, D=Diet sehat dengan kalori seimbang, I=Istirahat cukup dan K= Kelola stress. Perilaku CERDIK ini dapat diterapkan melalui kegiatan Posbindu PTM.
GERMAS adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk memasyarakatkan budaya hidup sehat serta meninggalkan kebiasaan dan perilaku masyarakat yang kurang sehat. Aksi GERMAS ini juga diikuti dengan memasyarakatkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) dan dukungan untuk program infrastruktur dengan basis masyarakat.
Program ini memiliki beberapa fokus seperti membangun akses untuk memenuhi kebutuhan air minum, instalasi kesehatan masyarakat serta pembangunan pemukiman yang layak huni. Ketiganya merupakan infrastruktur dasar yang menjadi pondasi dari gerakan masyarakat hidup sehat.
Setidaknya terdapat 7 langkah penting dalam rangka menjalankan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Ketujuh langkah tersebut merupakan bagian penting dari pembiasaan pola hidup sehat dalam masyarakat guna mencegah berbagai masalah kesehatan yang beresiko dialami oleh masyarakat Indonesia. Berikut ini 7 langkah GERMAS yang dapat menjadi panduan menjalani pola hidup yang lebih sehat.
Melakukan Aktivitas Fisik
Makan Buah dan SayurTidak Merokok
Tidak Mengkonsumsi Minuman Beralkohol
Melakukan Cek Kesehatan Berkala
Menjaga Kebersihan Lingkungan
Menggunakan Jamban
III.2. Reformasi pelayanan kesehatan
Pembangunan nasional bidang kesehatan pada periode 2015-2019 yang tercantum dalam RPJMN diarahkan untuk mencapai peningkatan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 bidang kesehatan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak.
2. Meningkatnya pengendalian penyakit.
3. Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan.
4. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)Kesehatan.
5.Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin.
6. Meningkatnyaresponsivitas sistem kesehatan.Selanjutnya, Kementerian Kesehatan menetapkan bahwa keenam sasaran pokok tersebut akan dicapai melalui Program Indonesia Sehat
Penguatan upaya kesehatan dasar (primary health care) yang berkualitas merupakan salah satu arah kebijakan kesehatan dalam RPJMN 2015-2019. Namun, akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar saat ini masih belum menjangkau seluruh penduduk, terutama di daerah tertinggal, terpencil, dan kepulauan. Pelayanan kesehatan dasar sangat diperlukan untuk pencapaian target MDGs yang belum tercapai, Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 dan Standar Pelayanan Minimum (SPM). Keberhasilan pelayanan kesehatan dasar yang utamanya promotif dan preventif akan mengurangi beban pelayanan lanjutan. Pelayanan kesehatan dasar yang juga disebut basic health services terdiri dari beberapa jenis pelayanan kesehatan yang dianggap esensial (sangat penting) untuk menjaga kesehatan seseorang, keluarga dan masyarakat agar hidup produktif secara sosial dan ekonomi. World Health Organization (WHO)  menyatakan bahwa jenis-jenis pelayanan tersebut ditetapkan atas dasar kondisi epidemiologi suatu negara. WHO juga menyarankan bahwa jenis pelayanan tersebut harus sudah terbukti cost effective, affordable, dan praktis untuk dilaksanakan. Di Indonesia, jenis pelayanan dalam pelayanan kesehatan dasar mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan masalah kesehatan. Terdapat dua ketentuan yang menetapkan jenis-jenis pelayanan dasar, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan 43/2014 tentang Standar Pelayanan Minimum dan Peraturan Menteri Kesehatan 75/2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jenis-jenis pelayanan kesehatan dasar tersebut memerlukan pelayanan promotif, preventif, skrining, kuratif, dan rehabilitatif yang harus diberikan secara komprehensif dan holistik baik kepada kelompok masyarakat maupun individu, tidak bisa parsial (upaya kesehatan masyarakat/UKM saja atau upaya kesehatan perorangan/UKP saja).
Sejak era reformasi urusan pemerintahan secara bertahap diserahkan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dan hal ini sesuai dengan pasal 18 ayat (6) amandemen UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya. Peraturan terakhir yang mengatur tentang pembagian urusan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pada Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, salah satu dari enam urusan concurrent(bersama) yang bersifat wajib dan terkait dengan pelayanan dasar adalah urusan kesehatan.
Karena kondisi kemampuan sumber daya Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia tidak sama dalam melaksanakan ke enam urusan tersebut, maka pelaksanaan urusan tersebut diatur dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk memastikan ketersediaan layanan tersebut bagi seluruh warga negara. SPM sekurang-kurangnya mempunyai dua fungsi yaitu (i) memfasilitasi Pemerintah Daerah untuk melakukan pelayanan publik yang tepat bagi masyarakat dan (ii) sebagai instrumen bagi masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap kinerja pemerintah dalam pelayanan publik bidang kesehatan. Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar minimal yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara. Kebijakan mengenai SPM mengalami perubahan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal, sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan kebijakan ini SPM Bidang Kesehatan mengalami perubahan yang cukup mendasar dari SPM sebelumnya sebagaimana ditetapkan dengan Permenkes Nomor 43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal. Pada SPM yang lalu pencapaian target-target SPM lebih merupakan kinerja program kesehatan, maka pada SPM yang sekarang pencapaian target-target tersebut lebih diarahkan kepada kinerja Pemerintah Daerah, menjadi penilaian kinerja daerah dalam memberikan pelayanan dasar kepada Warga Negara.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2019 TENTANG STANDAR TEKNIS PEMENUHAN MUTU PELAYANAN DASAR PADA STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN. Dalam rangka penerapan SPM Bidang Kesehatan disusun Standar Teknis Penerapan SPM yang menjelaskan langkah operasional pencapaian SPM Bidang Kesehatan di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai acuan bagi pemerintah daerah dengan memperhatikan potensi dan kemampuan daerah. SPM juga akan berfungsi sebagai instrumen untuk memperkuat pelaksanaan Performance Based Budgeting. Jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas:
a. Pelayanan kesehatan ibu hamil;
b. Pelayanan kesehatan ibu bersalin;
c. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir;
d. Pelayanan kesehatan balita;
e. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar;
f. Pelayanan kesehatan pada usia produktif;
g. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut;
h. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi;
 i. Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus;
j. Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat;
k.Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis; dan
l. Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus).yang bersifat peningkatan/promotif dan pencegahan/ preventif.

Disamping penguatan fungsi puskesmas dan juga dilakukan pengembangan puskesmas di wilayah kota Banjarbaru menjadi puskesmas rawat inap dengan setara dengan Klinik Utama atau RSU tipe D dengan mengadakan minimal dua pelayanan spesilistik dalam rangka pencapaian cakupan SPM.
Mendorong dan mempercepat proses naik kelas RSD Idaman Banjarbaru dari tipe C ke tipe B sehingga fungsi pelayanan lebih maksimal dan pengembangan SDM medis bisa maksimal.
Reformasi yang lain yang akan saya fokuskan juga adalah penyederhanan regulasi perizinan untuk tempat pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan seperti SIP, SIK P dan SIK B, SIA yang selama ini saya mengalami sendiri sangat lambat. Sehingga saran kesehatan dan tenaga kesehatan bisa bekerja dengan tenaga dan terlindungi secara hukum.



















Bab. IV Kesimpulan dan Saran
IV.1. Kesimpulan
Kini setidaknya masih ada triple burden atau tiga masalah kesehatan penting terkait pemberantasan penyakit infeksi, bertambahnya kasus penyakit tidak menular dan kemunculan kembali jenis penyakit yang seharusnya telah berhasil diatasi.
Peran serta dan keterlibatan masyarakat dan lintas sekotral juga dukungan pimpinan daerah sangat diperlukan dalam mengatasi masalah ini dengan gerakan Germas, Cerdik, PHBS dan lain lain
Reformasi pelayanan kesehatan penting dilakukan mengaklerasi pencapaian tujuan pembangunan dibidang kesehatan salah satunya adalah dengan penerapan SPM
Pengembangan puskesmas menjadi rawat inap setara RS tipe D dan menjadikan RSD Idaman menjadi RS tipe B
IV.2. Saran
Luasnya bahasan dibidang kesehatan dan memerlukan waktu yang lama untuk memaparkannya maka kami hanya memaparkan beberapa masalah saja dan pemilihan fokus yang dibahas membuat kita harus menentukan perioritas maka sebaiknya pihak panitia bisa memberikan arahan materi yang dimajukan.







Kepustakaan
1 Peraturan walikota banjarbaru nomer 76 tahun 2017 tentang Perubahan atas peraturan walikota banjabaru nomor 50 tahun 2016 tentang susunan organisasi, tugas pokok dan fungsi serta tata kerja dinas kesehatan kota banjarbaru, berita daerah kota banjarbaru tahun 2017 nomor 76.
2 Peraturan walikota banjabaru nomor 50 tahun 2016 tentang susunan organisasi, tugas pokok dan fungsi serta tata kerja dinas kesehatan kota banjarbaru
3 Peraturan Walikota Banjanbaru nomor 36 tahun 2018 tentang perubahana atas peraturan walikota banjarbaru nomer 20 tahun 2018 tentang pedoman tata cara pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama
4 Peraturan walikota banjarbaru nomer 20 tahun 2018 tentang pedoman tata cara pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama
5 Restra 2015-2019 kementerian Kesehatan RI Jakarta
6 Permenkes nomer 4 tahun 2019 TENTANG STANDAR TEKNIS PEMENUHAN MUTU PELAYANAN DASAR PADA STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN
7 Visi dan misa Walikota Banjarbaru
8 Visi dan misi Dinas Kesehatan kota Banjarbaru





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kode Etik Kedokteran KODEKI