Keuangan negara dan daerah
PENDAPAT HUKUM MENGENAI KEUANGAN DAN KERUGIAN NEGARA/DAERAH
TERHADAP PENGELOLA BUMD
Materi Pokok Pertama
Pemahaman Keuangan Negara dan Keuangan Daerah.
1. a. Pemahaman keuangan Negara/Daerah dalam pengertian yang luas dan dalam pengertian yang sempit pada dasarnya dapat dipergunakan sesuai konteksnya. Akan tetapi pengertian keuangan Negara/Daerah dalam pengertian luas lebih komprehensif, sehingga harus dipahami dan dipersepsikan oleh semua komponen bangsa.
b. Pemahaman keuangan negara dan keuangan daerah secara luas tersebut sesuai dengan kaedah-kaedah hukum administrasi. Kaedah-kaedah hukum administrasi yang dinamis akan dapat menampung pengertian secara luas dimaksud, karena di dalam pengertian yang lebih luas terdapat pengertian yang lebih sempit, yakni terbatas pada APBN/APBD. Oleh karena itulah penerapan pengertian keuangan negara/daerah baik secara luas maupun secara sempit disesuaikan dengan konteks persoalan yang dihadapi.
2. a. Untuk keseragaman dan kepastian hukum, maka pengertian keuangan Negara/Daerah harus mengacu kepada pengertian yang disebutkan dalam UU No.17 Tahun 2003 tentang ”Keuangan Negara”. Sebab, baik latar belakang pembentukannya maupun Judul undang-undangnya secara jelas menyebutkan tentang ”Keuangan Negara”. Pemahaman yang beragam akan menimbulkan persepsi yang berbeda dan hal tersebut tidak baik bagi proses penegakan hukum baik dalam perspektif ”kepastian hukum” maupun dalam perspektif ”keadilan”.
b. Penggunaan pengertian keuangan negara berdasarkan konteksnya adalah berkenaan dengan pendekatan yang akan dipergunakan. Pendekatan keuangan negara/daerah dalam pengertian yang sempit yaitu yang tertuang dalam APBN/APBD tidak dapat dipergunakan ketika menghadapi persoalan keuangan negara/daerah dalam pengertian yang lebih luas. Sebab, ada standarisasi yang berbeda antara keuangan negara dalam konteks APBN/APBD dengan keuangan negara yang lebih luas yang meliputi pula keuangan negara di luar APBN/APBD, seperti kekayaan negara/daerah yang dipisahkan.
3. a. Keuangan daerah termasuk dalam ruang lingkup keuangan negara. Istilah keuangan daerah hanyalah dalam kaitan dengan pembagian pengelolaan antara pemerintah pusat (pemerintah) dengan pemerintahan daerah.
b. Dengan demikian ada beberapa tingkatan pengelola keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 6 UU No. 17 Tahun 2003 yakni:
- Menteri Keuangan;
- Menteri pada kementerian negara / pimpinan lembaga;
- Gubernur/bupati/walikota selaku kepala daerah.
c. Dalam hal keuangan yang telah diserahkan kepada daerah maka tanggung jawab pengelolaan keuangan ada di tingkat pemerintahan daerah dalam hal ini menjadi tanggung jawab kepala daerah.
4. Harus dibedakan dua hal : pertama, kekayaan negara/daerah termasuk pula kekayaan yang dikelola oleh pihak lain, dan kedua, kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.
Untuk yang pertama :
a. Dalam hubungan kepemilikan bagi negara.
b. Sama di atas
c. Adalah kepada siapa pemegang pengelolaan barang itu diberi kekuasaan.
Untuk hal yang kedua:
a. Tergantung dari adanya hubungan hukum antara daerah dengan pemilik asal.
b. Hanya ada kewajiban untuk mengelola dan mengurus.
c. Yang mewakili negara dilihat dalam konteks siapa pengelola keuangan negara dimaksud (Pasal 6 UU No. 17 Th. 2003).
5. a. Kekayaan negara/daerah adalah salah satu bagian dari keuangan negara/daerah. Artinya dalam keuangan negara/daerah tidak hanya berupa kekayaan negara/daerah saja tetapi masih terdapat yang lain-lain. Dengan kata lain keuangan negara bersifat umum, kekayaan negara lebih spesifik.
b. Sebaiknya harus ada pengaturan tersendiri mengenai kekayaan negara/daerah.
Materi Pokok Kedua
Pemahaman Kerugian Negara dan Kerugian Daerah.
1. a. Kerugian negara/daerah yang diatur dalam Pasal 1 angka 22 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara adalah wilayah Hukum Administrasi. Dan lebih spesifik ditujukan pada seseorang yang dapat menimbulkan kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian. Pasal 59 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004 menyatakan Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Seseorang yang dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) di atas hendaknya dihubungkan dengan Pasal 59 ayat (2) nya. Jadi seseorang itu adalah Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain.
Tetapi negara juga membuat suatu pengaturan materiil dalam bidang hukum pidana tentang kerugian negara yang unsur-unsur deliknya sebagaimana diatur dalam UU No.31 Tahun 1999. Yang ditujukan bagi seseorang yang dapat memenuhi unsur unsur sebagai mana dimaksud.
b. Dalam praktek harus ada pemisahan yang mana kerugian negara/daerah dalam domain hukum administrasi dan mana domain Hukum Pidana.
Tetapi ketika merujuk kepada UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara maka itu masuk wilayah / domain Hukum Administrasi bukan Hukum Pidana.
2. a. Unsur-unsur Pasal 1 angka 22 UU No. 1 Tahun 2004 itu dibedakan ada tiga:
1. unsur kekurangan uang, surat berharga, dan barang;
2. nyata dan pasti jumlahnya;
3. akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Unsur pertama meliputi 3 hal :
- kekurangan uang,
- kekurangan surat berharga,
- kekurangan barang.
Untuk unsur pertama ini bersifat alternatif dan bisa juga bersifat kumulatif.
Tetapi untuk memenuhi maksud Pasal 1 angka 22, maka unsur pertama ini harus dilengkapi oleh unsur kedua dan unsur ketiga.
b. Apabila tidak dapat memenuhi seluruh unsur dari ketiga unsur di atas.
c. Yang dimaksud dengan “kekurangan” pasal pasal 1 di atas adalah kekurangan yang riil dan bukan potensi kerugian.
d. Nyata dan pasti jumlahnya adalah sesuatu kerugian yang riil dan dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perhitungan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh yang mempunyai kompeten.
Kekurangan yang dimaksud adalah kekurangan riil dan dapat juga berupa potensi kerugian.
e. Pengertian melawan hukum dimaksud Pasal 1 angka 22 tersebut adalah bukan dalam konteks Pasal 1365 KUHPerdata. Tapi unsur melawan hukum di sana adalah untuk menunjukkan adanya pelanggaran terhadap norma / kaidah Hukum Administrasi.
3. a. Dalam bidang pemerintahan, yang menjadi subjek penggantian kerugian negara/daerah adalah :
1. seseorang yang melakukan tindakan yang secara nyata menyababkan terjadi kerugian negara/daerah;
2. Pejabat/Pegawai yang diberi wewenang mengelola keuangan negara/daerah yang terbukti karena kesengajaan maupun kelalaiannya menyebabkan adanya peluang dan kesempatan bagi orang lain melakukan tindakan yang merugikan keuangan negara/daerah;
3. Atasan Pejabat/Pegawai pada poin no.2 di atas yang mempunyai kedudukan selaku penanggungjawab pengguna anggaran dan/atau memiliki otoritas dalam pengelolaan keuangan negara.
b. Penggantian kerugian negara/daerah dapat dilakukan secara tanggung renteng dalam hal :
1. Terdapat petunjuk yang sangat kuat bahwa tindakan merugikan negara/daerah dilakukan melalui kerjasama satu sama lain. Petunjuk dimaksud dapat ditelusuri melalui mekanisme administratif, yaitu pihak-pihak terkait pasti mengetahui akan terjadinya tindakan yang mengarah kepada tindakan merugikan keuangan negara/daerah;
2. Adanya tanggung jawab jabatan yang menurut hukum tindakan merugikan negara/daerah langsung berada di bawah pengetahuan dan kewenangannya. Sekiranya Pejabat tersebut menggunakan pengetahuan dan kewenangannya, tindakan merugikan negara/daerah sebenarnya dapat dicegah dan atau dihindari.
c. Sekiranya yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah pejabat negara atau pejabat lainnya, maka yang menetapkan kerugian negara/daerah adalah :
1. BPK sebagai lembaga negara yang secara konstitusional melaksanakan tugas memeriksa keuangan negara/daerah;
2. Kewenangan BPK sebaiknya terbatas melakukan auditing sampai pada kesimpulan adanya sejumlah kerugian negara/daerah;
3. Tanggungjawab untuk menindak lanjuti hasil temuan BPK dikembalikan kepada instansi/institusi yang menjadi penanggungjawab/pengguna anggaran ybs. dan selanjutnya memberikan laporan kepada BPK mengenai pelaksanaan tindak lanjut dimaksud.
d. Pengembalian kerugian negara/daerah sebaiknya dimasukkan ke dalam kas negara/kas daerah dengan mengikuti prosedur yang sudah ditentukan;
e. Mekansime pengembalian kerugian negara/daerah terhadap keuangan negara yang bukan APBN/APBD pada prinsipnya sama dengan mekanisme yang berlaku terhadap keuangan negara/daerah yang tertuang dalam APBN/APBD.
Catatan :
Sebaiknya perlu ada kriteria mengenai tindakan hukum yang merugikan negara/daerah yang diselesaikan melalui mekanisme penggantian. Kriteria dimaksud antara lain :
1. Tindakan yang merugikan negara/daerah tidak berkaitan langsung dengan kepentingan umum/publik;
2. Tindakan yang merugikan negara/daerah tersebut secara nyata dilakukan karena adanya ”kelalaian”;
3. Tindakan yang merugikan negara/daerah tersebut belum tuntas dilakukan;
4. terdapat perbedaan persepsi atau pemahaman mengenai legalitas tindakan dimaksud.
5. Pelakunya mengakui bahwa tindakannya tersebut merupakan tindakan yang merugikan negara/daerah;
4. a. Seseorang yang sudah melakukan penggantian kerugian negara/daerah tidak perlu lagi diproses pidananya. Oleh karena itu penyelesaian penggantian kerugian negara/daerah prosesnya bukan melalui proses pengadilan, tetapi melalui proses administratif internal. Oleh karena itu demi ”keadilan” harus diberikan jaminan bahwa dengan penggantian tersebut kasusnya dianggap selesai. Akan tetapi pelakunya dapat diberi tambahan sanksi administratif . Ketentuan Pasal 4 UU No.31 Tahun 1999 tidak berlaku bagi penyelesaian penggantian melalui mekanisme administrasi. Ketentuan dimaksud hanya diberlakukan jika penyelesaian kasusnya melalui proses pengadilan.
b. Apabila seseorang dijatuhi hukuman penggantian kerugian negara/daerah, maka bidang hukum yang lebih diutamakan adalah ”hukum administrasi;
c. Hukuman tambahan berupa uang pengganti pada dasarnya tidak dapat diganti dengan hukuman penjara, kecuali dicantumkan secara tegas dalam putusan pengadilan sebagai hukuman alternatif.
d. Potensi kerugian negara/daerah berupa bunga atau penghasilan yang seharusnya akan diterima hanya berlaku terhadap keuangan negara non APBN/APBD;
e. Denda termasuk kriteria kerugian negara/daerah, karena aturan tentang denda sudah jelas, sehingga dapat diperhitungkan secara nyata berapa kerugian negara/daerah;
f. kerugian negara/daerah dari hubungan hukum keperdataan, maka penuntutan ganti kerugian mengikuti asas-asas keperdataan.
Materi Pokok Ketiga
Pemahaman Tentang Kerugian Negara yang Dipisahkan pada BUMN/BUMD.
2. a. Maksud kekayaan yang dipisahkan adalah investasi pemerintah yang terdiri dari penyertaan modal pemerintah (PMP) pada BUMN/BUMD. Investasi pemerintah tersebut dapat bersumber dari APBN/APBD. Begitu pemerintah telah menempatkan modalnya dalam suatu perseroan berarti pemerintah harus melepaskan bajunya sebagai negara. Negara adalah merupakan pemegang saham, yang equal dengan pemegang saham lainnya dan tunduk pada pengaturan hukum perseroan. Uang negara yang ditempatkan dalam perseroan sebagai saham adalah merupakan harta perseroan. Pemerintah sebagai pemegang saham berarti di sana ada kekayaan pemerintah dalam perseroan dimaksud.
b. Hak dan kewajiban negara sebagai pemegang saham tunduk kepada ketentuan-ketentuan perseroan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
c. Wakil pemerintah yang duduk dalam perusahaan / perseroan dimaksud.
d. Tergantung dari seberapa besar modal dan pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu yang dimiliki oleh negara. Perseroan terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
e. Perusahaan Perseroan, disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki Negara.
3. a. Istilah yang terdapat di dalam UU BUMN adalah direksi yang bertanggung jawab atas pengurusan BUMN. Demikian pula dalam BUMD maka direksi yang bertanggung jawab atas pengurusan BUMD. Maksud pengertian pengelola di atas adalah dalam konteks siapa yang melakukan pengurusan BUMN/BUMD.
b. Penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU No.15 th 2006 telah memperluas pengertian pengelola termasuk pegawai perusahaan negara/daerah dan lembaga atau badan lain. Perluasan arti ini tidak dapat diterima dikaitkan dengan UU BUMN. Karena yang mengelola BUMN termasuk dalam hal ini juga BUMD adalah direksi. Hal ini berkenaan dengan siapa yang mempunyai wewenang untuk melakukan pengurusan BUMN atau BUMD.
c. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN/BUMD untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN/BUMD, baik ke dalam maupun ke luar pengadilan. Terhadap adanya kerugian negara/daerah harus dilihat dari aspek apakah dalam konteks tanggung jawab dalam pengelolaan badan usaha atau dalam konteks perseorangan/pribadi dari pengelola badan usaha yang bersangkutan.
4. a. Maksud kerugian negara pada BUMN/BUMD adalah terjadinya mismanajemen dan atau pengelolaan yang dianggap tidak profesional, sehingga BUMN/BUMD mengalami kerugian. Untuk sampai pada kesimpulan bahwa telah terjadi mismanajemen dan atau dianggap pengelolanya tidak profesional perlu beberapa kriteria, antara lain :
- pengelola dalam membuat keputusan/kebijakan tidak memperhatikan prinsip-prinsip kehati-hatian atau kecermatan;
- Berdasarkan pendapat umum, keputusan/kebijakan yang dibuat pengelola secara nyata akan membawa dampak yang merugikan bagi BUMN/BUMD;
- Keputusan/kebijakan yang dilakukan pengelola tidak melalui prosedur standar yang berlaku di BUMN/BUMD tersebut;
- Pengelola tetap melaksanakan keputusan/kebijakannya meski telah diberikan peringatan/evaluasi bahwa akibat keputusan/kebijakan tersebut akan membawa dampak yang merugikan BUMN/BUMD;
b. Kerugian usaha/perusahaan berbeda dengan kerugian negara pada BUMN/BUMN. Kerugian usaha/perusahaan adalah :
- sebagai resiko yang wajar bagi suatu perusahaan/pelaku usaha;
- karena terjadinya keadaan di luar perhitungan dan atau di luar kemampuan untuk mencegahnya. Sekiranya keadaan normal, maka sudah dapat dipastikan tidak akan terjadi kerugian;
- Keputusan/kebijakan yang dilakukan pengelola sudah mengikuti prinsip-prinisp bisnis, setidaknya pelaku usaha yang lain akan melakukan hal yang sama sekiranya menghadapi peluang/keadaan sebagaimana dilakukan oleh pengelola BUMN/BUMD;
- Keputusan/kebijakan yang dilakukan pengelola tidak melanggar rambu-rambu larangan yang sudah ditetapkan oleh aturan umum yang berlaku.
c. Kewajiban untuk mengganti kerugian akibat kerugian yang dialami oleh BUMN/BUMD adalah :
- Kerugian perusahaan BUMN/BUMD yang diakibatkan oleh mismanajemen/pengelolaan yang buruk, kewajiban penggantian dibebankan kepada pengelola;
- Kerugian perusahaan BUMN/BUMD yang diakibatkan oleh resiko bisnis, tidak perlu ada kewajiban penggantian. Hal ini perlu diberikan penekanan agar mereka yang diserahi mengelola BUMN/BUMD dapat bekerja secara profesional tanpa kekhawatiran terhadap resiko hukum yang berada di luar kemampuannya untuk mencegah terjadinya kerugian perusahaan – BUMN/BUMD;
d. Yang berhak menetapkan kerugian BUMN/BUMD adalah BPK baik kerugian negara maupun kerugian usaha/perusahaan.
e. Kerugian negara disetorkan ke kas negara atau kas daerah, karena sumber awal dana tersebut berasal dari APBN/APBD;
f. Penetapan dan penyelesaian ganti kerugian negara dilakukan secara berbeda antara BUMN Perum dengan BUMN berupa Persero.
- terhadap BUMN berupa Perum penetapan dan penyelesaiannya sepenuhnya dilakukan oleh institusi pemerintahan;
- terhadap BUMN berupa Persero penetapan dan penyelesaiannya harus mendengar dan mempertimbangkan saran, pendapat serta keinginan pemegang saham lainnya (khususnya BUMN/Persero yang sahamnya tidak hanya dimiliki oleh Pemerintah RI);
g. Kerugian negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi, penyelesaiannya harus melalui proses hukum di pengadilan, tidak bisa dilakukan proses penyelesaian secara administratif;
h. Fungsi Komisaris dan Menteri Keuangan/Menteri BUMN dalam pe-nanganan kerugian negara/daerah pada BUMN/BUMD antara lain adalah :
- melakukan pengawasan secara optimal agar tidak terjadi mismanajemen;
- melakukan evaluasi secara rutin agar tindakan/kebijakan pengelola yang mengarah kepada kerugian negara dapat dicegah sedini mungkin, setidaknya memperkecil jumlah kerugian yang akan timbul;
- melakukan tindakan secara cepat jika terdapat indikasi pengelolaaan yang dapat mengarah kepada kerugian negara
- Menteri Keuangan/ Menteri BUMN dapat menentukan ganti kerugian kepada pengelola dan atau pihak lain jika menurut hasil evaluasi tindakan mereka menyebabkan terjadinya kerugian negara;
Materi Pokok Keempat
Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Pengelola BUMN/BUMD :
a. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU No.15 Tahun 2006 sudah tepat dengan memberikan kewenangan kepada BPK untuk menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun karena kelalaian. Penerapan kewenangan BPK dimaksud dapat pula dilakukan terhadap Perum dan Persero dengan tetap memperhatikan bahwa khusus bagi Perum dan Persero, penetapan ganti kerugian harus mempertimbangkan prinsip-prinsip perusahaan yang memiliki resiko mendapat kerugian sebagaimana halnya sudah diuraikan pada pokok persoalan terdahulu;
b. Lingkup kewenangan BPK dalam penentuan kerugian negara/daerah dimaksud sebaiknya terbatas kepada pengelola BUMN/BUMD yang melakukan praktek manajemen yang buruk (mismanajemen). Kerugian yang dialami oleh perusahaan sebagai resiko usaha/bisnis yang wajar tidak direkomendasikan untuk dilakukan penggantian. Resiko kerugian usaha yang wajar sebagaimana telah diuraikan terdahulu antara lain adala karena timbulnya suatu keadaan yang berada di luar kemampuan dan atau perhitungan pengelola telah terjadi yang berdampak terhadap kerugian. Jika dalam keadaan normal, maka kerugian tidak akan terjadi, bahkan mungkin diperhitungkan akan mendapat keuntungan.
c. Penyusunan mengenai tata cara penyelesaian kerugian negara terhadap pengelola BUMN/BUMD sebaiknya dilakukan oleh Menteri Keuangan/Menteri BUMN.
Komentar
Posting Komentar